Sabtu, 28 November 2015

DOA MANIS BUAT TUHAN karya : M. Fadjroel Rachman

Tuhan, turunkanlah hujan untuk bayam, tomat

dan sawi kurus yang kami tanam

Aneh, hanya dingin bebatuan yang setia

menyegarkan batang-batangnya

Setiap malam dari balik terali besi kuhisap

udara kering dan embun tipis, berebutan

dengan bayam, tomat dan sawi kurus

Kenapakah hujan tak turun jua? Ada apakah

sebenarnya di balik cuaca?

Mungkinkah uap air telah dihisap pepohonan

besar, jalan-jalan besar, rumah-rumah besar

dan paru-paru orang besar di kota-kota

Dan kamu?

 

Aku tak tahu, aku tak tahu

Cahaya bulan pucat menerangi bumi sekarat,

            mengusap lembut terali besi dan wajahku

Sebab si pencinta bayam, tomat dan sawi hanya

            mampu bertanya ke arah langit

Bukankah langit telah menganugerahi orang-

            orang bijak dan berkuasa, martabat untuk

            menuangkan jutaan kata-kata di benak kita

            yang lelah. Walaupun kulit perutmu lengket

            tulang perutmu

Inilah hidup, inilah kepastian, kata mereka

 

Aku tak tahu, aku tak tahu. Bukankah Tuhan

            membuat miskin dan membuat kaya, Ia

            meninggikan dan merendahkan juga

Cahaya bulan pucat menerangi bumi sekarat,

            mengusap lembut terali besi dan wajahku

Dari ujung sel kudengar lagu dangdut merintih-

            rintih tentang penderitaan hidup, lalu

            kudengar desah genit si penyiar wanita,

            “Salam kompak selalu dan selamat

            menempuh hidup baru buat X di jalan Y dari

            gadis Z di gubuk derita”

Hai, hai siapakah yang berbahagia dan

            siapakah yang menderita?

 

 

Lalu kedengar ramalan bintang

“Buat pendengar yang bernaung di bawah

            bintang Caprocornus, rejeki dan kebahagiaan

            minggu ini bersama anda dan asmara si dia

            makin mesra saja, kesehatan anda pun makin

            sempurna, hindari makanan berkalori tinggi”

Kemudian aku menatap sisa ikan asin yang

            dikerubungi semut-semut hitam, lalu perlahan

            meneguk air teh pahit di cangkir berkarat

Kuhisap udara kering sambil menyanyikan

            Indonesia Raya; tetapi kenapa hatiku semakin

            sepi dan asing saja (Inikah bangsaku, inikah

            manusia yang berakal-budi?)

Cahaya bulan pucat menerangi bumi

            sekarat, mengusap lembut terali besi dan

            wajahku

Aku menekan wajah ke sisi terali besi dan berdoa

“Selamat malam, Tuhan, salam kompak selalu,

            siapakah yang berbahagia dan siapakah yang

            menderita?”

 



Kebon Waru, November 1989

=M. FADJROEL RACHMAN=

MALAM LEBARAN karya : M. Fadjroel Rachman

Sendirian

Di dunia mayat-mayat 

Aku hidup!

Di kehampaan-segala

Tersalib




Sukamiskin, 15 April 1991

=M. FADJROEL RACHMAN=

MAWAR TERJAUH karya : Nirwan Dewanto

Kau benih hujan pagi hari,

aku payung yang lama iri.

Kau airmata di ujung jari,

aku saputangan matahari.

 

Jika kau dalam gaun merah,

aku bekas tangan di perutmu.

Tapi kau juga genangan darah,

ketika aku urung mencintaimu.

 

Kau cermin terlalu menunggu,

aku wajah yang memurnikanmu.

Tumpahkanlah tilas semua dara,

sampai jantungmu serimbun bara.

 

Kau pemilik hujan sepenuh hari,

aku payung terlampau sembunyi.

Mari, lekaslah kelabui Januari,

sebab aku terkulai ke tepi nyanyi.



 

(2007)

=NIRWAN DEWANTO=

FAJAR DI GALENA karya : Nirwan Dewanto

Malam menarik kafan untuk mayatnya sendiri

setelah betaparenta ia berupaya menerangi sebatang jarum dalam mimpimu.

Berapa lama sudah kau terbangun?

Seraya mencari sisa putih mori ke arah rumpun kana,

kau berkata kepada sebutir batu gamping di jalan setapak itu,

 “Mereka mencintaimu, sebab kau tak menderita insomnia.”

Dengarlah, namaku matahari,

Akuperawat kuburan di tepi Mississippi,

maka aku tak akan terkelabui oleh kata-katamu.

 




=NIRWAN DEWANTO=

PENARI karya : Karsono H. Saputra

aku ingin mengajakmu menari di atas pentas

tak usah pakai bedak, tak usah pakai gincu

bahkan busana pun apa adanya

keindahan tari kita bukan semata karena bedak dan

gincu, apalagi tata pentas, tetapi bagaimana kita

mengikuti irama, mengisi panggung, dan melakukan

gerak secara benar berdasar aturan.

 

sesekali kita harus melompat tinggi-tinggi, kadang-

kadang bergerak mendatar, atau bergulingan. sesekali

kita harus berpencar karena tuntutan pola lantai, bahkan

sesekali harus menyapa penari lain. yang pasti pentas

ini milik kita, berdua, karena kita pemeran utama.

 

dan, kau penari luar biasa, bukan semata setia mengikuti

tata tari, namun imajinasi dan improvisasimu mengisi

ruang-ruang kosong dan memperkaya matra. maka, aku

tak mau penari pengganti.




=KARSONO H. SAPUTRA=

ZIARAH JEJAK karya : Indra Tjahyadi

Kita bermimpi, tapi ketakutan selalu mengusai
angan yang berjalan di atas keremangan baying,
hingga aral adalah kewajiban.
Dan akan selalu dating
Berulang, berulang mulai terbit fajar
hingga hilangnya ajal.
Tapi, ziarah jejak dari katalog jaga
Nyanyian duka kan selalu berubah
Selalu berubah, seandainya..




=INDRA TJAHYADI=

EKSPEDISI WAKTU karya : Indra Tjahyadi

Waktu berjalan menuju hulu, alangkah lambat
perjalanan angan yang bersinar
pada ruas redup.
Seperti awan yang mengapung terlentang
di mana malam hanya tahu; hening.




=INDRA TJAHYADI=

PERCAKAPAN SUNYI karya : Indra Tjahyadi

Kita adalah tangan-tangan yang tumbuh di dasar kesunyian.
Keperihan demi keperihan senantiasa melumuti wajah kita
Hingga setiap kali kita terjaga dari kudeta
yang mengerikan kita akan senantiasa paham
Bagaimana harus memaknainya dengan kabut dan luka
Meski anak-anak kita yang terlahir kelak
Akan senantiasa menunjuk ke arah matahari
Seumpama perahu-perahu karam
Yang merajahkan sosok taufan pada sunyi
Karena di jurang-jurang terasing, maut
Adalah hasrat yang paling nyata atas perih
Sementara mimpi-mimpi kita kian terpenggal
Antara sekarat dan pelangi


JIWA BULAN karya : Indra Tjahyadi

Jiwa bulanku murung—menembakkan revolvernya.

Burung-burung marabu menjemput sakraktul,

membangun jalan dari kengerian dan bisu.

Kau tahu, hujan telah percuma bagi hatiku.
Di akhir lindu, laut meluap—tapi arwahku tipis,
masih saja membayangkan lesung pipimu!

Persis di belah kecil payudaramu, bumi kemabukanku remuk.
Kejahatanku yang teguh meluaskan retakan, memacu pekik,
menghamburkan reruntuh
Peronda-peronda malam dengan paloma di tangan menginsyafi arah mendung.

Di dasar badai, mayatku berenangan-melukiskan lanskap 100 bau anyir dan bisu.

Di mana-mana hanya ada tangis,
sementara jenazahku memuja-muja siksa segenap kubur,
"Sayang, iklim terlampau lembab bagi cintaku."
Gedung-gedung yang menjulang menjadi bagian
dari seluruh pendiaman dan kutuk!

Kau tersenyum.
Sebagai deja vu, kematianku diburu derita, bersilolong,
100 tahun menjelma himne bagi kekalahan dan pilu.


TAK ADA GERIMIS karya : Indra Tjahyadi

Tak ada gerimis yang membawaku
Pergi. Bahkan malam mabuk, memperlihatkan
Padaku sepotong jalan dari kesendirianku
Yang busuk
Barangkali telah kukenal kelam
Tapi, seribu taufan mendentum
Seperti jejak-jejak kabut terbakar
Di rambutmu, fantasiku tumbuh kurus
Melebihi bangkai kupu-kupu
Betapa harum rambutmu
Betapa buai nafasmu
Bunga-bunga pedang menancap
Di punggungku:
"Semoga Tuhan mengampunimu!”
"Semoga Tuhan mengampuniku!”



=INDRA TJAHYADI=

RUMAH DAUN-DAUN karya : Indra Tjahyadi

Ingin kubangun rumah daun-daun
Di dadamu, memasang rumput yang mengirim
Sejumlah kereta ke mataku
Semacam barisan
Barisan batu yang menyusun cadas
Jadi gelung-gelung hitam rambutmu.
Aku ingin memahamimu,
Menghadiahkan tarian burung-burung
Yang gemrubyuk, menyerap dalam segenap pendaran
Cahaya matahari yang buntu, memberitahu orang
Orang ramai: bagaimana gerimis luruh, menjatuhkan embun
Dan ngungun pagi di kakimu
Musim-musim kawin
Melepaskan kunang-kunang
dan kesepian
Gerumbul Randu ke tengkorak kepalaku: kelam
Penuh belatung kupu-kupu kayu membusuk
(Tapi, masuk sajalah, toh, hanya aku yang tahu)
Seperti bunga-bunga Lili yang tercekik, sepanjang
Kemaluanmu, mengajariku setubuh dengan pikiran-pikiran
Buruk yang mesum: Penuh serdadu,
Penuh puting payudaramu,
Juga bekas-bekas pertempuran yang lalu.
Tapi, apakah yang ditangkap akar bambu itu?
Apakah bayanganmu juga muncul, di situ,
seperti kisah
Kisah pembantaian yang mengantarku Menemui
Mimpi-mimpi buruk dari seribu tidurmu,
Dari batas diam
Dan keajaibanmu:
"Ayah, lihat! Tasku penuh, dan pisau-pisau
Menancap di selangkanganku,
Apakah itu?
Apakah waktu?
Hujan dan lampu-lampu
Lalu, wajahmu
Penuh cerita malam itu
Laut yang kosong
Dan sepi
Seperti rotasi-rotasi badai yang tertahan
Di kedalaman kabut,
aku alirkan kenangan-kenangan
Yang menjemput pagebluk,
Membangun jurang-jurang kapur
Juga jalan-jalan setapak yang tak terdengar olehmu
Semacam kemuraman kelabu yang berkabung
Di dasar ususku
Jangkrik tak menolong
Kecoa-kecoa juga tak menolong,
Membutakan sebagian mataku, menggenggam
Timbunan-timbunan sampah, bergelayut
Pada lesut imajimu,
Bersatu dengan jin,
Iblis, jembalang
dan hantu-hantu
Dari seluruh rasa takutku,
Lantas Neraka datang BERSAMAKU!,
Mendentingkan dawai-dawai jamur dari pengamen
Pengamen tua yang mabuk:
"O kerinduan yang bergumul
Dengan abu dan seribu kematian,
Mayatku kelu
Menghuni rumah-rumah penjagalan
Yang biru!”




=INDRA TJAHYADI=

HANYA SEKEPAL SYAIR ELEGI karya : Merpati

Kulintasi jalan hening jejakmu

Merambahi barisan kenang

Menggenggam rindu tak bertuan

Mengeja raut kekosongan sepanjang ruang waktu

 

Tak mampu lagi kumaknai gema bincangmu

Yang tertinggal dibalik kaligrafi dinding maya

Hanya tumpukan kata usang yang tersisa

Dan tak pernah mencatatkan sebuah kalimat

 

Kurenda duka sepanjang tubir hari hari garang

Menempuh jejak legam cinta dalam bunga bunga sunyi

Tiada bincang merejam sepi

Tak ada senyum meningkap airmata

Hanya sekepal syair elegi melayah bicara

Menggurat dinding beranda dengan lumuran tinta hitam

 

 

 

=MERPATI=

 

Kamis, 26 November 2015

HANYA KELUKAAN karya : Merpati

Bulan terpenggal menyungging remang

Memateri sepotong malam pada temali pekat

Membuat aku resah menatap gelap hamparan depan

Hingga tak teraba lagi kemana jalan pulang menuju hatimu

Semuanya hanya hitam yang tertatap netra

Bahkan jejak yang pernah kutinggalkan pun lenyap tiada

 

Tak tahu lagi bagaimana aku harus merindukanmu

Bahkan meraba paras bayangmupun tak mampu kulakukan

Hitam darah kelukaan telah kekal mengarsir legam semuanya

Tak ada sepotong kenanganpun yang tertinggal disepanjang jalanmu

Hanya kilau runcing bebatuan tajam yang masih terlihat angkuh

Dan tak henti menggores lukaku menganga kembali

 

 


=MERPATI=



SEBAIT PINTA HASRAT JIWA karya : Merpati

Membunga cinta  ditaman gaharu hati

Mengais segala elok kidung puspa kencana

Hingga mewangi bayang terkasih dalam jantung ku

Mencipta getar syahdu disekujur pembuluh nadi

Engkau angsoka terindah dari dataran gersang

Menjelmakan buih buih asmara disetiap tatap netraku

 

Aku yang limbung diujung tikam pesonamu

Menggenggam hasrat sukma menghisap sari kasih

Aku inginkan rupamu bersanding raga dipelaminan

Mengayuh bahtera cinta merenangi samudera kehidupan

Bersama kita memetik kecapi firdausi, mendendang bahagia

Melagukan kawian asmaradana sepanjang dekapan usia

 

Berdendang irama jiwaku, menari diselempang garis angan

Mengelupaskan ribuan japa suci disekujur sujud harap  

Bagi sebaris pinta sakral yang mengelopak pada bunga mimpi

Tak henti dan tak henti kunanti senyuman takdir menyapa hari

Dimana dua sukma kita merenda cinta dalam sebuah bahtera elok

 

 

 

=MERPATI=

 

Selasa, 24 November 2015

PADA UJUNG LELAHKU karya : Merpati

 

Resah gemintang dipagut legam

Ketika angin jalang merajam malam

Merampas alur hujan dari langit lelah

Membawa duka mengetuk jantung luka

Diharibaan sepi, rindu menaut pada hampa

Menjelma dalam lagu isak rintik semesta

 

Risau bulan berlari pulang

Terusir nyanyian hujan yang memekatkan jiwa

Hilang senyuman rupa kebalik gigil semesta

Memasung hati rebah di gigir duka

Aku kian tertatih disepanjang butiran air

Menadah tikaman runcing, bilah tajam kenanganmu

 

Pada ujung kebekuan malam

Ketika letih tak lagi mampu kuhempas pergi

Kusandarkan titik titik resahku pada diam

Hanya barisan aksaraku yang masih meronta

Menatap bayangan duka yang tak henti mengejar

Disepanjang jejak ruang waktu perjalananku

 

 

 

=MERPATI=

 

 

Senin, 23 November 2015

TAK AKAN ADA LAGI karya : Merpati

Seperti ranting patah

Kenangan luruh dibahu jalan

Merangkaki bayangan legam

Tertatih disepanjang runcing bebatuan

Hingga angin menyekap jejak

Dan membuangnya ke belahan tiada

 

Kutinggalkan cinta yang kusebut dusta

Sebelum kaki kaki runcingnya menjejaki jantungku

Dan merebak menjadi tuba disekujur aliran darah

Aku hanya ingin berlari dari harum kubangan silam

Mengeja tasbih kehidupan di bibir angkuh

Tanpa menyirat butiran kenang disetiap jejak

 

Kusembunyikan getir duri pada dongeng tidur

Dan membiarkannya lenyap ketika mata terpejam

Tak akan ada lagi yang tersisa dari kesetiaan embun fajar

Seusai mentari memanggang luruh dedaunan rasa

 

 

 

=MERPATI=

LUKA YANG LAHIR DARI RAHIM CINTA karya : Merpati


Gugur purnama merangkaki jejak

Menghela sepi disekujur perih tergurat

Rindu terkoyak melahirkan tangis semesta

Menyayat ruang gelap garba sepanjang mentari rebah

Membuat bathin terusir dari riuh

Hanya terdiam kelu, membaca langit paling kelam

 

Sebait rahasia sepi yang terlahir dari tanya

Mengalir menuju ruang tak bernama

Mencoreti kalender tua dengan tinta hitam

Mengubah sejarah pada lembaran gelap langkah

Aku hanya mampu merangkaki jejak kenangan

Bersama selaksa luka yang lahir dari rahim cinta

 

 

 

=MERPATI=

Sabtu, 21 November 2015

ELEGi SEUSAI HUJAN karya : Merpati

 

 Tiada lagi yang kuharap darimu

Seusai hujan melantakkan perladangan kisah

Tiada terbangkit angan yang pernah ada

Hanya gemuruh doa yang kian suci

Yang menggemakan banyak makna pinta

Bagi sebaris wajah kebahagiaan dirimu

 

Telah kubiarkan bayang hitamku terkapar

Menekuri jejak perjalanan dalam kebisuan jiwa

Membiarkan hari hari pergi bersama sunyi

Hanya geliat jemariku yang tak hendak luruh

Menari bersama liukan duka sempurna

Mencatatkan lembar kenangan mati pada dahan

 

Tak ada lagi kidung yang mampu kunyanyikan

Selain rintihan elegi yang kian kelam

Dan tak henti membelit mata kaki ku sepanjang perjalanan

 

 

 

=MERPATI=

 

Jumat, 20 November 2015

KAU BIARKAN RINDUMU karya : Merpati


Kau biarkan rindumu mengembara

Menyelusupi keheningan tangis semesta

Melesap kedalam pekik ilalang sepi

Menjelma menjadi tuba diujung kenangan

 

Kau biarkan rindumu menjerit tak bersuara

Menggurat elegi pada barisan aksara luka

Memampangkan nyeri ruh tak berakherat

Melesapkan semua angan tersisa pada hampa

 

Seperti gelisahmu diambang malam beranjak

Kau pasung hasrat terbangkit pada ketiadaan

Memeram gemuruh sua ke ujung sepi

Engkau hanya diam membisu dibawah langit

Memeluk kekosongan bayang digenggaman perih

 

Kau biarkan rindumu mengerang

Memanggil seraut nama dalam teriakan bisu

Namun kau masih enggan berlari melintasi sepi

Hanya terdiam kelu, mengekalkan bau amis luka

 

 

 

=MERPATI=

Kamis, 19 November 2015

WAHAI ANGIN karya : Merpati

 

Wahai angin

Adakah telah kau sampaikan padanya

Sebait rindu yang lahir dari rahim cinta

Mengalir pada seraut bayangan elok

Membawa sebungkah hasrat yang menyala dalam pesona

Dimana kaki kaki cinta yang runcing dan tegas

Telah menancapkan tubanya ke bilik jantung hati

 

Wahai angin

Bawalah serbuk sari cinta ini padanya

Pada seraut kecantikan tanpa sutra, tanpa pelangi

Yang kerap membuat senjaku gelisah

Taburkanlah pada rekah kelopak hatinya

Segenggam benih asmara yang terbit dari jiwa

Yang mengekal pada hembus nafas hatinya

Seperti tiupanmu yang tak pernah lelah berlari

Dan gemakanlah selalu nyanyian cinta ini padanya

 

 

 

=MERPATI=

 

LUKA DARI BALIK DINDING karya : Merpati


Dan dinding itu kian dingin oleh rindu

Tak ada sinar bulan memagari kusam

Hanya rintih angin berbisik serak

Membawa bayang sejarah yang kian beku

 

Telah kelu aksaraku menyimpul sepi

Menadah segenap air mata langit

Yang luruh dari kucuran luka kekal

Membuat jiwaku menggigil

Menahan perih derasnya gelombang sesal

 

Tak ada lagi nyanyian cinta memerdu

Kecuali rintihan syair disepanjang kenang

Menggemai jejakmu, menghitam diujung bayang

Meluruhkan makna demi makna kebalik nisan sepi

 

Dinding itu semati kuburan tua

Hanya kebisuan kata disepanjang hening

Tak ada lagi yang dapat kucari disini

Kecuali hembusan luka yang terasa pedih

 

 

 

=MERPATI=

 

TABAHKU KERNA CINTA karya : Merpati


Kujelajahi garis garis cinta berdebu

Merambahi keheningan bayang angan lalu

Menggenggam pucat letih wajah rasa

Di kisi nadi detak rindu memacu perih

Menyulam kobaran hasrat yang terpenggal suratan 

 

Tak ada lagi sapa aroma bunga terhirup

Hanya serpihan debu diatas reranting dahan kering

Sunyi membeku sendu,  menjelma kosong ditatap netra

Sepanjang bebatuan runcing, hanya perih tersirap

Kemanisan cinta telah melepuh hanyut

Mengepul menjelma dalam bayangan hitam kepedihan

 

Kususuri jejak cinta membeku

Melewati segala keheningan jejak tertinggal

Meski kusadari ada luka yang akan membasuh kalbu

Namun cinta ini tiada pernah surut di rentang waktu

Membuat aku tabah, menadah seribu jarum perih di dada

Seusai kisah dan cerita berlalu dibawa angin

 

 

 

=MERPATI=

Rabu, 18 November 2015

CINCIN DI RUANGAN karya : Isbedy Stiawan Z. S.

jangan tinggalkan cincinmu di ruang ini

karena aku tak mau diusik oleh tanda

yang membuat kenangan selama ini

terbelah

cincinmu hanyalah tanda. gairah

saat kini yang bukan kenangan

ataupun harapan. sedang aku

selalu mengharap, sementara

kau melepas;

burung-burung akan singgah

jika senja memburam. mendiami

sarangnya untuk sesaat istirah

lalu esok pagi akan kembali

menembus angkasa,

menemui birahinya

karena itu baiknya kenakan cincinmu

sebelum kau lupa, dan kenangan itu

akan tertinggal di ruangan ini

sebagaimana sisa percakapan

dan sedikit pertikaian soal

cinta dan dusta

di plafon labirin

yang mengering

terekam tubuh kita

dan kau tahu

itu bukan percintaan

tapi sebuah tikam




2006

=ISBEDY STIAWAN Z. S.=

RUMAH IKAN karya : Isbedy Stiawan Z. S.

demikian kau jadi lelampu

di sepanjang tepi pantai

sebagai aroma lain

sengat laut yang asin

“mari singgah

sejenak istirah

segala rasa sedap

yang datang dari laut

tersaji dan boleh dipilih,” hasutnya

lalu ia jadi lelampu pula

sebagai penerang

dalam temaram

lesap di gumulan desah

“lupakan penat

mari berkhianat,” ajaknya

tapi ia sekejap menjenguk

lalu pergi bersama kantuk

tak ada apa-apa di sini

selain elusan lembut

angin laut

yang katamu rasanya

lebih sedap dari coto

atau sop konro

demikian, ajaknya

setiap kau lalang di tepian

sekadar ingin mampir di rumah ikan

hingga menguyup malam

menggusur cintamu, kekasih




makasar, 7 september 2006

=ISBEDY STIAWAN Z. S.=

IA AKAN MENGECUPMU karya : Isbedy Stiawan Z. S.

jika malam tak sampai ke peraduanmu

ia akan datang memelukmu

dan sebagai malam,

ia labuhkan waktu

di dinding dadamu

menghitung butiran matahari

di keningmu. Melebar halaman

dipenuhi tulisan tentang senja

atau magrib yang raib

ia akan mengecupmu

jika malam tak datang ke tidurmu

adakah senja akan ingkar

burung-burung tak ke sangkar

dan mambang tak pulang?

ia akan menciummu

seperti malam

yang mendekapmu

untuk melelapkan

entah pagi kau terbangun

atau cuma ngungun

memandangi peraduanmu

berlayar…




september 2006

=ISBEDY STIAWAN Z. S.=

LAUT AKHIR karya : Isbedy Stiawan Z. S.

sebagaimana laut punya akhir: pantai atau muara

dan pada selangkangan bakau,

segala pusat risau

resah dan gelisah di sematkan

tapi bulan ini, yang katamu,

lebih mulia dari seribu purnama

akankah memiliki akhir

mengalahkan umur?

sudah 48 kali purnama!

getar doa

malam-malam ganjil

iktikaf yang gigil

halaman lambung

yang selalu kosong

(ada juga dahaga

yang selalu dijaga)

sepanjang siang

akankah punya akhir?

tapi orang-orang dari jauh

mengenakan pakaian lusuh

membikin kota penuh

berdatangan dengan

kedua tangan selalu menadah

seperti ia faham

di bulan, yang katamu,

lebih mulia dari seribu purnama

banyak orang murah tangan

melemparkan sedekah

dari setiap tubuhnya

mengalirkan laut

langit merestui

penghuni langit turun

bersama sayap-sayap berkilau

hendak meminangmu

dan getar doa

juga tangan yang menadah

akan pula dibawa terbang

kau tahu ke mana akhir

segala pengembaraan

kalau tak ke taman-taman

yang dulu sekali ditinggalkan?

beri salam pada malaikat

sebelum laut sampai ke tepian

akhir segala perjalanan:

pantai atau muara,

juga pada selangkangan bakau:

segala pusat risau

untuk dilelapkan….

lalu pantai atau muara

akan membuka halaman

bagi sujudmu selepas subuh

sebelum matahari di kepalamu

benar-benar meluruhkan ubanmu

demikian laut punya akhir

bulan yang memancarkan

kemuliaan seribu purnama

tak henti pada pantai atau muara,

bahkan di selangkangan bakau

kau akan mekar

cahayamu menguar

melebihi tahun-tahun usia

getar doa

selalu memanggil-manggil




september-oktober 2006

=ISBEDY STIAWAN Z. S.=

KOLAM SEGALA MUARA karya : Isbedy Stiawan Z. S.

di matamu tumbuh

kolam, dan aku

jadi angsa di sana:

merenangi hingga

tepian…

dan kuingin

kau tetap kolam

muara segala hujan,

ibu semua ciuman

daun-daun bagai

rambutmu melambai

bagi petualang

yang pergi, yang datang

“tapi, biarkan aku

jadi lautan

menyimpan kesepian.”

Lautan? Ia telah

menenggelamkan kota

dan kekasih lama

di matamu

selalu kutemukan

pepohon yang

membuatku lelap

di sana, aku mau menetap

terima segala sayapku

yang kini sudah melipat

ingin mendekap

kau kolam

segala muara




bandung-lampung, Mei 2006

=ISBEDY STIAWAN Z. S.=

TERSASAR KE DALAM SENYUMMU karya : Isbedy Stiawan Z. s.

Senja, kota basah

kita besijingkat

susuri jalan

di bawah guguran

slayer melingkar

di lehermu jenjang

berkibar pada cuaca

senja tak berwarna

lalu sebutir tahilalat

di pipi kirimu

ingin biarkan aku

masuk jelajahi

rahasia senja

kota kehilangan

aroma kembang

tapi selalu saja

aku mau tersasar

ke dalam senyummu

dan warna senja

yang rahasia….

jelajahi kota

senja ini

serasa kudapati

warna matahari

luruh di ufuk

dan

aku memetiknya

dari wajahmu

kukecup

bersama guguran

sebelum pamitan




GGM Bandung 21/05-Lampung 23/05-2006

=ISBEDY STIAWAN Z. S.=